Rabu, 13 Desember 2017

JILBAB PERTAMAKU

ANTARA HIJAB DAN HIJRAH

Masih lekat dalam ingatan sekelumit kisah perjuangan dan metamorfosa diri menjadi sosok yang berbeda dari sebelumnya. Mencoba mengingat tanggal dan bulan tepatnya ketika hidayah Allah datang dan menyapa. Mengusik hati, mengubah cara pikir dan menggerakan diri untuk bergegas berubah. Ramadhan di tahun 2001 Masehi, menjadi pengingat bahwa itulah momen-momen special yang ditakdirkan Allah menjadi momentum untuk berhijrah. Ya tepatnya di tahun itu ketika Bapak Gus Dur menjabat sebagai presiden dan memberlakukan libur panjang di bulan suci Ramadhan, saat itulah mulai banyak scenario Allah yang menggiring saya berkutat dengan pikiran untuk merubah diri.

Tidak ada satupun yang kebetulan di dunia ini, begitu pula ketika Allah mempertemukan saya dengan beberapa teman di Tim Bina Vokalia (heeee hobi nyanyi yang disalurkan saat itu) di salah satu SMA di Kota Batu, disisi lain Allah pun mempertemukan saya dengan beberapa teman Rohis dikesempatan yang berbeda. Dua jalan, dua dunia dan dua kebiasaan yang saya temui berbeda di antara dua kelompok teman saat itu. Sejujurnya saya bukanlah siapa-siapa, hanya sosok anak ABG yang ingin menyalurkan hobi di dua tempat bersamaan. Menyanyi di tim bina vokalia dan mengikuti kajian di rohis pada kesempatan yang lain. Maklum saya dilahirkan dari keluarga muslim yang notabene juga sangat terbatas ilmu pengetahuan tentang agama. Maka Rohis menjadi salah satu tempat pelarian tentang kegalauan mencari pengetahuan agama. Hingga Allah mempertemukan dengan teman-teman yang membuat saya nyaman, grup nasyid di Rohis. Maka saat itu hoby menyanyi yang selama ini saya salurkan di tim bina vokalia berubah haluan menjadi vokalis di tim nasyid Rohis. Menemukan kenyamanan dan kebersamaan. Allah sangat sayang…

Dekat dengan teman-teman di Rohis setidaknya turut andil terhadap perubahan diri saya. Bersitan niatan untuk memakai kerudung mulai muncul dalam benak saya saat itu, meski banyak juga dintara teman-teman rohis yang belum berkerudung. Karena niatan belum kuat maka kerudung pun tak kunjung bertengger dikepala saya. Hingga momen libur satu bulan dibulan Ramadhan tahu 2001 menjadi sarana untuk belajar berkerudung. Saya masih ingat kala itu kerudung bergo menjadi andalan karena tidak suka ribet dengan kerudung segi empat. Selama mencoba untuk berkerudung di bulan Ramadhan, saat itu pula terbersit untuk menggunakan kerudung seterusnya. Maka awal masuk sekolah stelah libur hari raya adalah saatnya, pikir saya waktu itu. Karena sudah menemukan kenyamanan menggunakan kerudung.

Ternyata angan dan harapan tak semudah itu untuk diwujudkan. Ketika menyampaikan keinginan pada kedua orang tua, penolakan lah yang muncul. Mulai dari kata percuma menjahitkan seragam baru lagi hingga kekhawatiran akan masa depan (pekerjaan dan jodoh) menjadi alasan bagi orang tua untuk tidak mengijinkan. Kecewa tentunya dengan respon orang tua yang tidak mendukung, berbekal nekat menggunakan uang tabungan untuk membeli kain seragam dan beberapa kerudung setidaknya membuat orang tua merasa dipaksa dan meyakinkan bahwa keinginan saya sangat kuat untuk berkerudung. Hingga akhirnya ridho orang tua pun saya kantongi. Masih ingat pesan Bapak waktu itu, bahwa berkerudung itu berat, tidak boleh main-main, jadi kalau sudah memutuskan maka tidak boleh buka tutup jilbab. Merenung dan berpikir akankah berat ujian saat nanti sudah berkerudung?? Sesungguhnya segala kemudahan dating dari Allah bagi hambaNya yang ingin mendekat. Bismillah…

Alhamdulillah Allah pun menguatkan. Sejak awal masuk liburan lebaran tahun 2001 hingga sekarang jilbab masih istiqomah untuk dikenakan. Meski selama perjalanan kurang lebih 16 tahun terus belajar berhijab masih banyak ujian yang menguji keimanan, mulai dari tentangan dari keluarga besar yang menduga saya ikut aliran aneh-aneh, model hijab hingga kelengkapan hijab sesuai syariat yang masih belajar untuk dikenakan dengan baik. Bukankah Allah memang akan menguji keimanan hambaNya?!! Bagi saya saat itu tak perlulah berdebat tentang dalil mana yang saya gunakan untuk berhijab. Maka kesungguhan dan akhlak baik yang saya tunjukkan saat bermuamalah dengan saudara menjadi jaminan untuk meyakinkan orang-orang di sekitar saya. Bahwa sesungguhnya berhijab saja tidak cukup, maka harus diiringi dengan hijrah dengan sebenar-benar hijrah menjadi insan yang lebih baik. Karena hijab ini menjadi tanggungjawab moral untuk dibuktikan dengan kebaikan akhlak. Perjuangan akan terus dimulai kapanpun dan dimanapun…

Inilah sekelumit kisah jilbab pertamaku yang mulai kukenal, kukenakan dan kukenang sejak di bangku kelas 2 SMA. Kenangan dan perjuangan yang indah, semoga membawa akhir yang indah dan baik. Aamiin. 

Solichati, 13/12/2017

#Tantagan3
#RumbelMenulis
#IIPMrJatsela

#JilbabPertamaku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar