Rabu, 08 Mei 2019

MENANGISLAH SEKARANG NAK


MENANGISLAH SEKARANG NAK

Seharian ini, memasuki hari ketiga Ramadan. Pagi hari selepas sahur semua aman terkendali, bahkan anak-anak tampak menikmati paginya dengan bersepeda mengantar umi belanja dan keliling di sekitar rumah.  Seperti biasa  Si sulung yang terbiasa komitmen dengan waktu selalu menanyakan berapa lama boleh bermain sepeda dan meminta diingatkan ketika waktu bermain sudah habis. Karena pagi ini harus bersiap lebih awal ke sekolah. Alhamdulillah sejauh ini mas dan kakak sudah mulai terbiasa dengan komitmen waktu, meski belum memahami secara konkret bentuk waktu. Hanya sebatas memahami arag gerak jarum jam dan angka yang ditunjukkan.

Tanpa drama. Semua aman dan dilakukan sesuai kesepakatan. Waktu habis dan main sepeda diakhiri dengan bersegera ke kamar mandi. Kau tau bunda, ini masih belum seberapa jika dibandingan dengan drama di sisi lain, ya layaknya drama korea yang kadang mengundang tawa dan menghadirkan air mata, bahkan tak jarang membuat hati berdebar tak menentu layaknya orang yang sedang jatuh cinta. Berdebar karena harap dan takut akan pola yang di ajarkan pada anak-anak. Pernah dongkol sesekali, ketika banyak sekali pengingat yang diberikan pada anak-anak tetapi tetap saja tak bersambut dengan perilaku yang diharapkan. Ahhh mungkin kita orang tua sering lupa bahwa tugas kita hanya ikhtiar berproses mengajarkan pada anak-anak. Urusan hasil baik tidaknya perilaku anak kita adalah kehendak Allah. Jadi jangan lupa iringi semua dengan doa memohon penjagaan Allah atas anak-anak kita. Jangan merasa jumawa atas proses dan pola didik. Jujur saja ini pengingat bagi saya pribadi.

Drama dengan konflik serunya bermula ketika anak-anak pulang sekolah. Datang dengan wajah cemberut dan emosi labil. Merengek tak karuan. Saatnya umi pasang tameng perlindungan agar semua aman. Heeee agak berlebihan ya tapi drama seru ini memang menyita energi hingga keamanan anak dan orang tua tetap harus dijaga. Kali ini tameng awal yang diserang adalah umi, karena mereka tau kalau fitrah ibu itu penyayang dan suka gak tega. Dan jangan lupa siapkan tameng kedua, abi yang siap menstabilkan kondisi. Siapa yang menang? Strategi siapa yang berhasil? Simak saja cerita selanjutnya.
“Umi aku lapar, haus mik”, begitu rengekan mas dan kakak sepulang sekolah
“Mas dan kakak mau minta apa? Berbuka sekarang?” ini tawaran tarik ulur ya.
Diam sejenak dan berpikir. “Enggak tau, tapi aku haus dan lapar”
“Oke umi tau anak-anak umi hebat, yuk kita tahan sampai waktu berbuka tiba ya. Minta tolong sama Allah biar dikuatkan, dihilangkan lapar dan hausnya”.
“Sudah mik tapi perut ku tetap lapar, leherku kering mik”
“Oke kita cari cara yang Allah suka ya nak, karena rewel tidak akan menguatkan puasa hingga waktu berbuka. Bagaimana jika tidur siang?”
“Aku gak mau tidur mik, nanti jadi gak bisa main”
“Oke kalau tidak mau tidur siang, harus kuat menahan tanpa rewel ya nak. Kalau tetap rewel, tidur siang jadi solusinya, karena sejak sahur belum tidur ya.”
Itulah sekelumit dialog di antara kami, yang sebenarnya masih banyak dialog lain terlebih pada penguatan nilai-nilai keimanan dan membangkitkan fitrah keimanan mereka. Tidak sekedar pada aturan dan konsekuensinya.

Sejenak setelah kesepakatan dibuat, rewel, lapar dan haus tetap tidak bisa dikendalikan. Akhirnya mereka sepakat untuk beranjak tidur siang dengan terpaksa. Alhamdulillah suasana kembali aman terkendali dan emak bisa umek di dapur menyiapkan berbuka puasa. Eh mungkin ada yang bilang kok tega banget sih anak kecil sudah dipaksa puasa kan belum wajib bagi mereka. Bagi kami ini bukan perkara paksaan puasa sampai maghrib. Kami orang tua sedang menjalankan kesepakatan dan membantu anak-anak menunaikan pilihan dan konsekuensinya. Berbuka sesuai dengan jam yang sudah disepakati. Kakak berbuka di waktu dhuhur dan lanjut puasa lagi hingga maghrib, sedangkan mas sedang belajar berpuasa maghrib. Bukan perkara tega atau tidak tega, bagi kami ini adalah proses pembelajaraan dan pembiasaan. Proses untuk belajar dengan pilihan, memutuskan dan bertanggung jawab atas keputusan.

Menangislah sekarang nak, jika itu akan menguatkan mu menghadapi ujian di masa depan. Abi dan umi akan membantu menguatkan mu siap menghadapi masa depan yang mungkin saat itu Abi dan Umi sudah tidak lagi membersamaimu. Karena tidak jarang ketika anak merengek menangis melawan kesepakatan yang ada, sesungguhnya dia sedang belajar cara melobi dan mencari kelemahan orang tuanya untuk memenuhi setiap keinginannya. Ada yang mengatakan jika kita orang tua tak sanggup dengan tangisan anak untuk menaati aturan, maka bersiaplah kelak kita orang tua yang akan dibuat menangis oleh anak-anak kita karena sudah terbiasa tidak menaati aturan.

Happy Ending nih drama hari ini, dan bersiap dengan drama selanjutnya. Poin penting yang tetap harus dijalankan adalah :
1.       Membuat aturan dengan kesepakatan bersama,
2.       Mendampingi ananda menjalankan konsekuensi atas setiap pilihannya,
3.       Menawarkan solusi yang bisa dilakukan anak-anak
4.       Kerjasama dengan pasangan atau patner dirumah untuk menjalankan aturan yang ada.

Good Job  anak-anak sholeh. Semoga Allah memberkahi proses belajar kita hari ini.
Ini cerita kami hari ini dengan nilai-nilai (value) keluarga yang kami sepakati. Tidak menutup kemungkinan ayah dan bunda memiliki pandangan dan cara didik yang berbeda. Selamat berbahagia membersamai buah hati.

Solichati, 8 Mei 2019 (3 Ramadan 1440 H)

#30HariMemetikHikmah
#TantanganMenulisIPMalang
#RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-3

MEMBERI DAN MENERIMA


MEMBERI DAN MENERIMA

Alhamdulillah memasuki hari kedua puasa Ramadan, anak-anak sudah mulai menikmati menahan rasa lapar dengan mengalihkan ke aktivitas yang bermanfaat dan mengusir kejenuhan. Melanjutkan menghias rumah dan membantu mengemas bahan pokok yang akan diberikan pada karyawan abi. Sembari membantu sesekali mereka bertanya mengapa harus membagikan sembako dan yang lainnya. Yap saat yang tepat mendiskusikan dengan anak-anak perintah Allah dan contoh Nabi tentang sedekah. Sebisa yang umi lakukan untuk memahamkan pada mereka bahwa dengan memperbanyak sedekah kita tidak akan miskin. Justru sebaliknya kita akan semakin kaya. Bahwa tidak setiap balasan kebaikan itu akan kita terima di dunia tapi akhirat yang paling utama. Dan meyakinkan mereka bahwa setiap kebaikan yang kita lakukan akan kembali kepada kita, manfaatnya untuk kita.

Seperti biasa saya selalu belum tentu yakin bahwa diskusi tentang hal-hal yang tidak nyata sangat tidak mudah saat mendidik anak-anak. Memohon pada Allah semoga Allah memberikan peristiwa yang akan memudahkan mereka untuk memahami. Dan yap tidak lama setelahnya, rangkaian peristiwa pun Allah hadirkan sesuai kehendak Nya. Bel rumah berbunyi 3 kali saat umi sedang sholat ashar. Tamu tak di undang tapi membawa hantaran. Hahahaha siapa yang tak senang. Spontan anak-anak pun senang seperti sudah membayangkan akan berbuka dengan menu lezat pemberian orang. Tak hanya satu tamu, tamu berikutnya pun datang dengan tujuan serupa. Ya Rabb kenikmatan yang tampak di mata anak-anak tanpa bersusah payah. Nikmat mana lagi yang kau dustakan. Beginilah cara Allah tunjukkan kebaikan itu akan kembali pada kita sendiri, bahkan baru sebatas niat. Selagi paket sembako yang sudah dikemas rapi belum terkirim pada karyawan, Allah sudah mengirimkan paket makanan dari tangan-tangan yang dituntun Allah. Allah Maha Baik, Allah Maha Adil.

Meski jika ditelisik sempat terbersit keluhan pada hati umi. Hmmm kok hantaran datang dikala umi sudah selesai memasak menu berbuka. Seketika harus dihapus dengan banyak istighfar karena tak seharusnya nikmat yang Allah kirimkan masih harus berbalas dengan keluhan. Alhamdulillah berkahnya anak-anak senang dan tak perlu repot menyiapkan menu santap sahur. Bonus lebihnya lagi bisa menambah amalan di sisi yang lain.

Menjadi pengingat bahwa sering ketika sudah repot memasak, ternyata seisi rumah pun enggan menyentuhnya. Bahkan yang awalnya diniatkan menyiapkan hidangan ketika suaami pulanh harus berujung pada menu yang utuh tak tersentuh karena suami pulang sudah dalam kondisi kenyang. Nafsu nya bilang “Haaah tau gitu tadi gak usah masak!” Astaghfirullah. Bukankah semua yang kita lakukan harus kita sandarkan pada Allah, tanpa meminta balasan dari makhluk. Maka dari sini tak aka nada rasa kecewa yang berkepanjangan. Bahkan jika dirunut suami pulang dalam kondisi kenyang pun bisa jadi karena tak ingin merepotkan istri di rumah untuk menyiapkan menu dan yang lainnya. Berbaik sangkalah. Allah tetap tidak akan menyia-nyiakan proses.

Solichati, 7 Mei 2019 (2 Ramadan 1440 H)

#30HariMemetikHikmah
#TantanganMenulisIPMalang
#RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-2


Senin, 06 Mei 2019

TAMU ISTIMEWA


TAMU ISTIMEWA

Sudah menjadi sebuah kebiasaan di rumah kami jika mendapatkan kabar akan kedatangan seorang tamu, maka seisi rumah akan berbenah. Setidaknya ruang tamu bersih dan tertata rapi serta tak lupa menyajikan kue atau minimal minuman air mineral. Pernah suatu ketika atau beberapa kali ketika tamu datang tanpa memberi kabar dan kami tidak bersiap-siap, sedikit rasa kecewa menggelayut dalam perasaan kami. Tidak mampu memuliakan tamu. Meskipun dalam pandangan yang bertamu, mereka berniat tak ingin merepotkan tuan rumah.

Ahad pagi, tepatnya 5 Mei 2019. Saya pun mulai berbenah seisi rumah sesuai dengan kesanggupan. Menurunkan standart perfeksionis harus sesekali dilakukan, karena tidak jarang ketika target harus segera diselesaikan riuh anak-anak akan menyita perhatian. Membuka semua pintu dan jendela rumah, membersihkan debu, menyapu lantai hingga mengepel selesai dilakukan dalam beberapa menit, tentunya atas ijin Allah. Aktivitas pagi ini menjadi lebih sibuk meskipun hari libur. Sesekali kami tampak tergesa-gesa harus segera menuntaskan satu pekerjaan dan segera beralih ke pekerjaan yang lain. Dan yang tidak kalah penting agenda utama kami pagi ini adalah menghadiri majelis ilmu di salah satu Masjid di kota kami. Anak-anak pun sudah disiapkan sejak semalam untuk bisa mengikuti pengajian dengan baik. Salah satunya adalah dengan mengijinkan mereka membawa beberapa mainan untuk mengatasi kebosanan di antara waktu yang cukup lama. Akhirnya dengan segala daya dan upaya tepat pukul 8 pagi kami semua sudah siap untuk berangkat, meskipun sesekali anak-anak harus dituntut untuk bersegera. Tidak mengapa lah menurut saya karena sedikit mengajarkan pada mereka untuk bersegera dalam kebaikan.

“Tamu istimewa itu akan segera datang nak, kita harus segera bersiap-siap”, begitu kata saya saat sesekali mendapati anak-anak mulai terdistraksi meninggalkan tugas mereka membereskan barang-barang mereka yang berserakan. “Siapa mik?” dengan rasa penasaran mereka menanyakan seolah membayangkan akan ada banyak teman datang dan bermain kerumah seperti ketika ada teman umi yang berkunjung mengajak semua putra putrinya. “Ramadan, nak. Allah hadirkan Ramadan ditengah-tengah kita membawa banyak keberkahan”. Nampaknya rasa penasaran akan tamu istimewa belum juga membuat mereka puas dengan jawaban umi. Memang tidak mudah memahamkan pada anak-anak tentang hal yang tak kasat mata bagi mereka. Perkara tentang keberadaan Tuhan, malaikat, nabi dan masih banyak lagi. Lagi-lagi emak dituntut untuk banyak belajar bagaimana menumbuhkan fitrah keimanan pada anak.

Keimanan memang tidak diturunkan dari orang tua pada anaknya. Maka keteladanan menjadi ikhtiar dan doa menjadi kunci utama agar keimanan ini mendarah daging pada jiwa putra putri kita. Semoga ikhtiar menjemput tamu istimewa, Ramadan, dengan suka cita menjadi teladan bagi mereka yang akan terus mereka kenang. Jika menyambut tamu yang berkunjung hanya beberapa jam saja banyak persiapan yang harus dilakukan. Lantas bagaimana dengan Ramadan yang menjadi tamu istimewa sebulan lamanya. Tentulah banyak hal yang harus disiapkan untuk menjamunya agar keberkahan Ramadan senantiasa mengiringi rumah kita. Tak cukup menghias dengan penampilan fisik, tempelan beraneka tulisan dan pita, atau mungkin baju baru dan yang lainnya. Maka amalan ibadah utama di bulan Ramadan juga menjadi jamuan yang akan membuatnya makin istimewa. Inilah keteladanan utama, semoga Allah mengijinkan Ramadan tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya. Semoga Allah semakin menguatkan keimanan kami sebagai orang tua, dan menumbuhkan keimanan pada jiwa putra putri kami.

Solichati, 7 Mei 2019 (2 Ramadan 1440 H)

#30HariMemetikHikmah
#TantanganMenulisIPMalang
#RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-1