Senin, 23 September 2019

MEMANDANG HIDUP DENGAN SEDERHANA

Saatnya kembali menengok tujuan akhir yang sudah pernah dibuat. Saatnya kembali memaknai untuk apa diri ini dicipta. Terlalu lelah menuruti nafsu dunia. Hiruk pikuknya membuat langkah terkadang semakin menjauh dari tujuan awal diri ini diciptakan. Lelah, tak tentu arah. Sekilas tampak membanggakan tapi bisa semua adalah fatamorgana karena terlalu menaruh harap pada dunia yang fana. Bahkan mungkin dunia ini telah membuat langkah berputar-putar semakin menjauh dari tujuan akhir semuanya. Entah akan sia-sia atau sebaliknya.

Sesekali sempat diri ini menengok kehidupan orang di kanan dan kiri. Menyenangkan. Tampak jauh dari masalah hidup yang pelik. Canda dan tawa ringan selalu menghiasi mereka. Semua yang mereka inginkan tercapai dalam hitungan tahun. Semua yang dicita-citakan mudah untuk mereka raih tentunya dengan segenap perjuangan. Terlepas dari niat dan tujuan mereka memperjuangkan.

Menengok lagi ke sisi yang lain. Derita dan duka ada pada pundak orang-orang dengan segala kekurangan hidup. Rumah tak lagi kuat menyangga atap. Lantai tanah dengan debu yang menyesakkan hidung. Belum lagi sulitnya mengenyangkan perut meski hanya dengan sesuap nasi. Diantara mereka ada uang tetap bertahan hidup dengan cara terhormat. Mengais rezeki dengan cara yang halal. Namun tak sedikit pula diantara yang memilih jalan menghalalkan segala cara demi mempertahankan hidup. Meski harus mengorbankan harga diri dan keimanan.

Setelah berkelana menengok kanan dan kiri di sekitar. Diri ini pun mulai merenungi. Lantas sisi mana lagi yang lupa untuk di syukuri. Jika Tuhan pun telah mendatangkan rezeki dari banyak sisi tanpa perhitungan. Mungkin banyak obsesi dan cita yang belum mampu diperjuangkan. Tapi belajar untuk berbaik sangka pada kehendak Tuhan adalah cara terbaik untuk menenangkan jiwa. Jika hidup dengan bergelimang harta dan ketenaran di mata publik akan membuat hisab semakin berat, alangkah baik jika diri ini memilih untuk sederhana saja. Cukup menjadi diri sendiri saja. Merasa cukup dengan peran dan kesibukan yang telah diamanahkan saja. Tak perlu kepayahan membandingkan dengan kehidupan orang lain.

Benarlah adanya jika sebaik-baik perhiasan adalah wanita solihah. Maka meski tidak mudah menjadi solihah, gelar ini tetap harus diperjuangkan. Selamat Berbenah bunda solihah.

Solichati, 23/9/2019

#September ke-3
#ChallengeMingguan
#IIPMalangRaya
#RumbelMenulis

Senin, 16 September 2019

PERJANJIAN


ANTARA AKU DAN TUHANKU

Hingga detik ini masih saja berusaha mengingat kejadian maha hebat saat aku diminta berjanji pada tuhanku. Masih saja aku tak bisa mengingat seperti apa kejadiannya. Yang kutahu ternyata ini tak hanya terjadi pada diriku. Tentunya kuyakin terjadi pada semua makhluknya. Bukankah demikian?
Yang kutahu lagi sesuai dengan keyakinanku, bahwa perjanjian itu terjadi saat aku masih dalam Rahim ibuku diusia 120 hari. Dan itu kuyakini tanpa keraguan sedikitpun.

Maka sejak saat itu semua yang kulakukan seharusnya terikat dengan janji yang kuucapkan. Mengakui bahwa Dial ah Tuhan yang berhak kusembah. Tidak ada Tuhan selain Dia. Yang Maha mengatur segalanya dalam hidupku sekecil apapun urusan yang terjadi pada diriku. Setelah sekian tahun menjalani usia hidup, tak bisa kupungkiri terkadang keyakinan itu berlangsung naik dan turun. Ada kalanya aku merasa begitu dekat hingga aku merasa seperti di dekap. Merasa bahwa Dia selalu ada untuk melindungi dan menguatkanku menjalani ujian hidup. Namun tak bisa kupungkiri disisi lain saat iman ini mulai melemah, kadang aku merasa pengawasan Nya tak kurasakan. Entah berapa kali aku selalu merasa dekat, dan berapa kali aku merasa jauh. Entah lebih banyak mana antara dekat dan jauhku?

Anehnya Dia tak pernah menjauhiku. Jika aku merasa Dia jauh dan tak peduli padaku, sungguh itu karena aku yang menjauh. Betapa tidak? Tak terhitung berapa kali dalam sehari aku tak bersegera memenuhi panggilan Nya hanya sekedar untuk bersujud dengan penuh penghormatan. Tak jarang enggan melibatkan Nya dalam menyelesaikan urusan ku. Seringkali memohon agar di bimbing untuk menyelesaikan masalah dalam hidup, tapi tak jarang juga masih meragukan pilihan keputusan dan masih mengedepankan hawa nafsu untuk menyelesaikan semua masalah. Ya hawa nafsu atas keinginan pribadi yang tak sanggup dikendalikan. Terkadang kita merasa bahwa semua yang kita putuskan sudah melibatkan Nya, tapi tidak. Dan jika ujian datang berulang tak jarang bisikan hati ini sering menyalahkan Nya yang seolah tak menyayangi kita. Keraguan itupun tak terasa menemani kita ketika bersusah payah mengupayakan sesuatu yang sudah dijamin oleh Nya, hingga kita melupakan amanah yang lebih utama harus kita tunaikan pada Nya. Betapa diri ini sangat ingkar akan kuasa Nya terhadap segala sesuatu. Andai saja Dia mau berkehendak membuat kita jera dengan cara yang buruk, Dia pun kuasa melakukannya. Tapi apa yang kita dapatkan, Dia masih memberikan kita kesempatan untuk berbenah dan berbenah. Bukankah Dia terlalu sangat menyayangi kita?

Saat diri ini terlalu sering ingkar, Dia tetap hadir menebarkan kasih dan sayangnya. Dikala diri ini menjauh Dia tetap mendekat untuk mengajak kita mendekat. Dikala diri ini dalam kondisi sangat buruk, Dia menutup semua aib kita hingga tak ada satupun orang yang tahu betapa kita tak layak lagi menegakkan kepala dan berlaku sombong dimuka bumi ini. Dial ah Tuhanku yang selalu tak putus berharap hamba Nya akan datang mendekat, memohon ampunan. Itulah yang Dia suka, hamba Nya yang merendah, memohon dan bertaubat agar Dia meridhoi semuanya. Bukankah kunci surga itu bisa dimasuki adalah lantaran Rahmat dan keridhoan Nya.

Lantas apalagi yang akan aku upayakan kecuali menebalkan keimanan dan ketakwaan. Bahwa semua yang terjadi pada diri ini adalah urusan ku dan Tuhan ku. Semoga selalu masih ada waktu untuk menyiapkan diri kembali dalam keadaan terbaik. Sebaik-baik keadaan di hadapan Nya.
Ya Rabb bombing hamba Mu ini.

Solichati, 16 September 2019

#Minggu ke-2
#September
#ChallengeMingguan
#RumbelMenulis
#IIPMalangRaya




Senin, 02 September 2019

IMAN


JIKA IMAN ITU ADALAH SUMBER KEKUATAN

Aku memang manusia. Ya manusia biasa saja. Mungkin dengan kekuatan rata-rata atau bahkan mungkin dibawahnya.

Sekali waktu aku merasa energi tubuh ini melimpah ruah hingga sanggup melakukan rangkaian aktivitas tanpa jeda. Merasa selalu bahagia hingga seolah tak ada tumpuan beban hidup yang terkadang membuat nafas sedikit tersengal. Aura bahagia dan semangat yang mampu mengubah diri menjelma menjadi malaikat bagi semua orang di sekitar, hingga semua turut bahagia dan bersemangat. Meski tanpa pernah kusadari berapa lama energi bahagia ini merasuki tubuhku. Entah hanya dalam bilangan jam atau hingga berganti hari. Aku tetap semangat dan mampu menyemangati. Seolah akulah manusia terkuat kala itu. Tanpa tandingan.

Lelah… Tak berdaya… Tak sanggup berpijak… Kehilangan pegangan…
Tiba-tiba saja hadir tanpa kuminta. Merasa tak sanggup berdiri bahkan hanya untuk menopang diri sendiri. Merasa tak kuat menunaikan semua tugas yang sudah menjadi makanan sehari-hari. Jangankan memberi energy pada yang lainnya, mempertahankan energy sendiri untuk bertahan saja aku kelimpungan. Tak sanggup membuka mata, tak sanggup melebarkan bibir untuk tersenyum.
Redup mungkin itu aura yang tertangkap. Tak bergairah, tanpa energy tersisa. Entah mengapa ujian ringan saja kadang terasa begitu menghimpit jika kondisi diri tak lagi prima. Seperti tak sanggup merasa bahagia…

Ada yang pernah mengatakan Iman ini harus terus dikuatkan karena ia adalah sumber energy dalam kondisi apapun. Iman ini harus terus diperbaiki dan dimintakan pada Nya. Karena hanya Dia yang sanggup menjaga kita dalam koridor yang baik-baik saja. Ya benar saja adanya. Begitulah iman ini terus membuat kita yakin bahwa tak ada daya dan upaya kecuali kekuatan Nya. Iman ini membuat kita yakin bahwa akan ada jalan keluar dari arah yang tak disangka-sangka. Iman ini yang membuat kita tetap mampu menahan diri tetap dalam jalan yang benar ketika bahagia datang tak bertepi atau bahkan kesedihan datang bertubi-tubi.

Betapa banyak di antara mereka yang tak lagi dikaruniai iman, ketika bahagia datang tak bertepi mereka lupa mensyukuri hingga mereka merasa bahwa bahagia itu karena jerih payah mereka. Mereka lupa bahwa ada kuasa diluar dirinya yang menghendaki bahagia itu ada. Atau sebaliknya banyak diantara mereka yang justru kehilangan iman saat kesedihan datang menghimpit bertubi-tubi. Merasa sendiri hingga meyakini bahwa Tuhan tak lagi mengasihi. Entah aku bagian dari yang mana di antara mereka. Termasuk yang manakah kita diantara mereka?

Maka bersyukurlah yang dikaruniai Iman tak bertepi hingga Tuhan menjaganya dalam kebaikan baik di kala bahagia menghampiri atau dikala ujian menghimpit. Jangan pernah lupa memohon agar kita tetap dijaga dalam iman yang tak bertepi… Karena semua terjadi atas kuasa dan kehendak Nya. Maka Dialah sebaik-sebaik tempat kembali dikala suka maupun duka. Dia hanya ingin kita mendekat, merapat dan mengakui bahwa kuasa hanya ada padaNya. Biarkan iman ini ada untuk menjaga kita tetap kuat dalam kebenaran kala bahagia hadir menghampiri. Biarkan iman ini ada untuk menguatkan kita tetap bertahan dalam kebenaran kala kesedihan menghimpit bertubi-tubi. Biarkan iman itu menjadi sumber kekuatan kita, alasan mengapa keajaiban itu bisa hadir dan nyata.

Solichati, 2 September 2019

#Minggu ke-4
#Agustus
#ChallengeMingguan
#RumbelMenulis
#IIPMalangRaya