Senin, 16 September 2019

PERJANJIAN


ANTARA AKU DAN TUHANKU

Hingga detik ini masih saja berusaha mengingat kejadian maha hebat saat aku diminta berjanji pada tuhanku. Masih saja aku tak bisa mengingat seperti apa kejadiannya. Yang kutahu ternyata ini tak hanya terjadi pada diriku. Tentunya kuyakin terjadi pada semua makhluknya. Bukankah demikian?
Yang kutahu lagi sesuai dengan keyakinanku, bahwa perjanjian itu terjadi saat aku masih dalam Rahim ibuku diusia 120 hari. Dan itu kuyakini tanpa keraguan sedikitpun.

Maka sejak saat itu semua yang kulakukan seharusnya terikat dengan janji yang kuucapkan. Mengakui bahwa Dial ah Tuhan yang berhak kusembah. Tidak ada Tuhan selain Dia. Yang Maha mengatur segalanya dalam hidupku sekecil apapun urusan yang terjadi pada diriku. Setelah sekian tahun menjalani usia hidup, tak bisa kupungkiri terkadang keyakinan itu berlangsung naik dan turun. Ada kalanya aku merasa begitu dekat hingga aku merasa seperti di dekap. Merasa bahwa Dia selalu ada untuk melindungi dan menguatkanku menjalani ujian hidup. Namun tak bisa kupungkiri disisi lain saat iman ini mulai melemah, kadang aku merasa pengawasan Nya tak kurasakan. Entah berapa kali aku selalu merasa dekat, dan berapa kali aku merasa jauh. Entah lebih banyak mana antara dekat dan jauhku?

Anehnya Dia tak pernah menjauhiku. Jika aku merasa Dia jauh dan tak peduli padaku, sungguh itu karena aku yang menjauh. Betapa tidak? Tak terhitung berapa kali dalam sehari aku tak bersegera memenuhi panggilan Nya hanya sekedar untuk bersujud dengan penuh penghormatan. Tak jarang enggan melibatkan Nya dalam menyelesaikan urusan ku. Seringkali memohon agar di bimbing untuk menyelesaikan masalah dalam hidup, tapi tak jarang juga masih meragukan pilihan keputusan dan masih mengedepankan hawa nafsu untuk menyelesaikan semua masalah. Ya hawa nafsu atas keinginan pribadi yang tak sanggup dikendalikan. Terkadang kita merasa bahwa semua yang kita putuskan sudah melibatkan Nya, tapi tidak. Dan jika ujian datang berulang tak jarang bisikan hati ini sering menyalahkan Nya yang seolah tak menyayangi kita. Keraguan itupun tak terasa menemani kita ketika bersusah payah mengupayakan sesuatu yang sudah dijamin oleh Nya, hingga kita melupakan amanah yang lebih utama harus kita tunaikan pada Nya. Betapa diri ini sangat ingkar akan kuasa Nya terhadap segala sesuatu. Andai saja Dia mau berkehendak membuat kita jera dengan cara yang buruk, Dia pun kuasa melakukannya. Tapi apa yang kita dapatkan, Dia masih memberikan kita kesempatan untuk berbenah dan berbenah. Bukankah Dia terlalu sangat menyayangi kita?

Saat diri ini terlalu sering ingkar, Dia tetap hadir menebarkan kasih dan sayangnya. Dikala diri ini menjauh Dia tetap mendekat untuk mengajak kita mendekat. Dikala diri ini dalam kondisi sangat buruk, Dia menutup semua aib kita hingga tak ada satupun orang yang tahu betapa kita tak layak lagi menegakkan kepala dan berlaku sombong dimuka bumi ini. Dial ah Tuhanku yang selalu tak putus berharap hamba Nya akan datang mendekat, memohon ampunan. Itulah yang Dia suka, hamba Nya yang merendah, memohon dan bertaubat agar Dia meridhoi semuanya. Bukankah kunci surga itu bisa dimasuki adalah lantaran Rahmat dan keridhoan Nya.

Lantas apalagi yang akan aku upayakan kecuali menebalkan keimanan dan ketakwaan. Bahwa semua yang terjadi pada diri ini adalah urusan ku dan Tuhan ku. Semoga selalu masih ada waktu untuk menyiapkan diri kembali dalam keadaan terbaik. Sebaik-baik keadaan di hadapan Nya.
Ya Rabb bombing hamba Mu ini.

Solichati, 16 September 2019

#Minggu ke-2
#September
#ChallengeMingguan
#RumbelMenulis
#IIPMalangRaya




Tidak ada komentar:

Posting Komentar