ANTARA AKU
DAN TUHANKU
Hingga detik ini masih saja berusaha
mengingat kejadian maha hebat saat aku diminta berjanji pada tuhanku. Masih
saja aku tak bisa mengingat seperti apa kejadiannya. Yang kutahu ternyata ini
tak hanya terjadi pada diriku. Tentunya kuyakin terjadi pada semua makhluknya.
Bukankah demikian?
Yang kutahu lagi sesuai dengan keyakinanku,
bahwa perjanjian itu terjadi saat aku masih dalam Rahim ibuku diusia 120 hari. Dan
itu kuyakini tanpa keraguan sedikitpun.
Maka sejak saat itu semua yang kulakukan
seharusnya terikat dengan janji yang kuucapkan. Mengakui bahwa Dial ah Tuhan
yang berhak kusembah. Tidak ada Tuhan selain Dia. Yang Maha mengatur segalanya
dalam hidupku sekecil apapun urusan yang terjadi pada diriku. Setelah sekian
tahun menjalani usia hidup, tak bisa kupungkiri terkadang keyakinan itu
berlangsung naik dan turun. Ada kalanya aku merasa begitu dekat hingga aku
merasa seperti di dekap. Merasa bahwa Dia selalu ada untuk melindungi dan
menguatkanku menjalani ujian hidup. Namun tak bisa kupungkiri disisi lain saat
iman ini mulai melemah, kadang aku merasa pengawasan Nya tak kurasakan. Entah
berapa kali aku selalu merasa dekat, dan berapa kali aku merasa jauh. Entah lebih
banyak mana antara dekat dan jauhku?
Anehnya Dia tak pernah menjauhiku. Jika aku
merasa Dia jauh dan tak peduli padaku, sungguh itu karena aku yang menjauh.
Betapa tidak? Tak terhitung berapa kali dalam sehari aku tak bersegera memenuhi
panggilan Nya hanya sekedar untuk bersujud dengan penuh penghormatan. Tak
jarang enggan melibatkan Nya dalam menyelesaikan urusan ku. Seringkali memohon
agar di bimbing untuk menyelesaikan masalah dalam hidup, tapi tak jarang juga masih
meragukan pilihan keputusan dan masih mengedepankan hawa nafsu untuk
menyelesaikan semua masalah. Ya hawa nafsu atas keinginan pribadi yang tak
sanggup dikendalikan. Terkadang kita merasa bahwa semua yang kita putuskan
sudah melibatkan Nya, tapi tidak. Dan jika ujian datang berulang tak jarang
bisikan hati ini sering menyalahkan Nya yang seolah tak menyayangi kita. Keraguan
itupun tak terasa menemani kita ketika bersusah payah mengupayakan sesuatu yang
sudah dijamin oleh Nya, hingga kita melupakan amanah yang lebih utama harus
kita tunaikan pada Nya. Betapa diri ini sangat ingkar akan kuasa Nya terhadap
segala sesuatu. Andai saja Dia mau berkehendak membuat kita jera dengan cara
yang buruk, Dia pun kuasa melakukannya. Tapi apa yang kita dapatkan, Dia masih
memberikan kita kesempatan untuk berbenah dan berbenah. Bukankah Dia terlalu
sangat menyayangi kita?
Saat diri ini terlalu sering ingkar, Dia
tetap hadir menebarkan kasih dan sayangnya. Dikala diri ini menjauh Dia tetap
mendekat untuk mengajak kita mendekat. Dikala diri ini dalam kondisi sangat
buruk, Dia menutup semua aib kita hingga tak ada satupun orang yang tahu betapa
kita tak layak lagi menegakkan kepala dan berlaku sombong dimuka bumi ini. Dial
ah Tuhanku yang selalu tak putus berharap hamba Nya akan datang mendekat,
memohon ampunan. Itulah yang Dia suka, hamba Nya yang merendah, memohon dan
bertaubat agar Dia meridhoi semuanya. Bukankah kunci surga itu bisa dimasuki
adalah lantaran Rahmat dan keridhoan Nya.
Lantas apalagi yang akan aku upayakan kecuali
menebalkan keimanan dan ketakwaan. Bahwa semua yang terjadi pada diri ini
adalah urusan ku dan Tuhan ku. Semoga selalu masih ada waktu untuk menyiapkan
diri kembali dalam keadaan terbaik. Sebaik-baik keadaan di hadapan Nya.
Ya Rabb bombing hamba Mu ini.
Solichati, 16 September 2019
#Minggu ke-2
#September
#ChallengeMingguan
#RumbelMenulis
#IIPMalangRaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar