Minggu, 03 Desember 2017

BUAH HATI PERTAMA



IKHTIYAR OPTIMAL TAWAKKAL OPTIMAL

Wanita adalah mahkluk istimewa yang diciptakan Allah dengan beragam kemuliaan yang melekat padanya. Salah satunya dan yang tidak dimiliki oleh yang lainnya adalah kemampuan untuk mengandung dan menyusui. Hampir sebagian besar wanita yang telah menemukan pasangan hidupnya akan merindukan peran ini, cepat atau lambat. Inilah salah satu fitrah seksualitas yang ditakdirkan Allah melekat pada diri seorang wanita. Meskipun untuk mendapatkan amanah dan kebahagiaan ini tidak terlepas dari kuasa dan kehendak Allah tentunya. Sehingga masing-masing kita pasti memiliki pengalaman istimewa yang berbeda. Begitu pula yang saya alami selama menjalani peran pertama akan hadirnya buah hati yang pertama.

Menuangkan kisah pada tulisan ini, sesaat membawa saya mengenang kembali masa-masa suka duka saat hamil dan menyusui putra pertama sekitar 6,5 tahun silam. Kehadiran buah hati yang sudah kami nantikan cukup lama dari masa pernikahan kami, sempat membuat kami was-was dan khawatir. Meski hanya berbilang 8 bulan dari pernikahan kami, penantian itu serasa mencemaskan tatkala orang tua dari pihak kami berdua sudah sangat mengharapkan kehadiran seorang cucu ditengah-tengah keluarga kami. Berserah dan berpasrah pada Allah menjadi kunci utama kami untuk belajar menata hati dan ridho akan kehendak Allah menitipkan amanah pada kami. Hingga kabar kehamilan pertama yang sudah dinanti-nanti pun tiba. Alhamdulillah Allah menitipkan calon keturunan pada rahimku. Untuk pertama kalinya, pengalaman pertama ini membuat saya memasuki dunia baru yang belum saya bayangkan sebelumnya. Rasa senang yang menghampiri saat mengetahui kabar kehamilan akan diuji oleh Allah tentunya untuk tetap menjalaninya dengan rasa senang. Yaaa… Allah mengingatkan tentang perihal niat dalam hal ini. Menguatkan untuk menjaga niat di awal, ditengah proses dan saat akhir nanti. Perjuangan baru dimulai sejak hari itu, tepatnya 6,5 tahun silam.

Perubahan hormonal sebagai penyerta hadirnya calon buah hati tak jarang membuat banyak perubahan terutama perubahan psikologis. Mood yang sering berubah-ubah tanpa dikehendaki, dan suamilah yang siap jadi sasaran utamanya. Morning sickness yang setia menemani untuk beberapa minggu di trimester pertama. Belum lagi sakit gigi yang menjadi-jadi, hmmm kata ibu dulu ketika hamil saya sakit gigi pun dirasa hingga usia kandungan 9 bulan dan hilang ketika saya lahir. Hmmm gak kebayang deh… hanya bisa berdoa semoga ngincip sedikit saja sakit giginya. Alhamdulillah memasuki trimester selanjutnya semua aman dan terkendali. Justru kebahagiaan ketika buah hati mulai banyak bergerak menjadi hal yang kami nanti-nanti. Dan gerkaran si jabang bayi ini saya anggap sebagai kode cinta saat meminta makan dan diajak ngobrol. Masa tenang ini pun berubah menjadi kegalauan saat memasuki minggu terakhir usia kehamilan. Trimester ketiga setidaknya membuat jantung menjadi berdetak tak menentu. Menyiapkan kehadiran buah hati yang tinggal menghitung hari, mungkin seperti yang dialami bunda yang lain, dimana gelar pertama menjadi seorang ibu akan disematkan. Menyiapkan diri dan lingkungan sebaik mungkin untuk kehadirannya. Menyempurnakan pencarian ilmu untuk memantaskan diri sebagai seorang ibu untuk pertama kalinya terus dilakukan. Menyiapkan segala perlengkapan persalinan hingga memantapkan tenaga kesehatan dan tempat bersalin pun sudah dirancang dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi hari dimana calon buah hati ditunggu kelahirannya pun tak kunjung muncul gelombang cintanya. Rasa was-was pun menghampiri lagi. Second Opinion kesana kemari pun dilakukan untuk memantapkan hati, meski dalam hati selalu berusaha untuk berbaik sangka atas rencana Allah. Hingga minggu ke 42 si kecil dalam kandungan pun masih tampak bernyaman-nyaman di dalam perut uminya, dan tak kunjung memberikan kode gelombang cinta yang kuat. Akhirnya saya memutuskan untuk cek atau rekam janin atau lebih tepatnya NST. Dalam doa, saya berharap hasil NST baik dan berencana melahirkan di pelayanan kesehatan dekat rumah saja. Namun Allah berkehendak lain, NST pun hanya bisa dilakukan di Malang. Hasil NST pun menyatakan bahwa kondisi janin dalam kandungan sedang tidak baik, kontraksi yang tidak terlalu kuat untuk mendorong janin keluar dan kondisi janin yang melemah. Sehingga dokter pun menyarankan untuk rawat inap. Hasil diskusi dengan suami, kami sepakat ikhtiar optimal dalam proses persalinan ini. Sehingga Induksi menjadi pilihan yang kami. Lagi-lagi ini hanya rencana dan ikhtiyar kami…

Tak kurang dari 12 jam menikmati gelombang cinta dengan proses induksi, hingga pembukaan lengkap 10, dengan segala daya upaya mengejan janin pun tak kunjung keluar. Karena satu dan lain hal hingga mengarah ke dugaan CPD atau lebih kita kenal pinggul sempit menjadi pertimbangan yang disampaikan dokter untuk menawarkan ikhtiyar dengan operasi. Hmmmm entah apa yang saya rasa saat itu. Meski suami dan ibu yang sudah menemani selama saya menikmati proses ini tampak raut muka kecewa, terlebih ibu saya. Saya memantapkan diri untuk mengikuti kehendak Allah atas semua ini, terlebih ketika kondisi kepala janin tersangkut di jalan lahir. Setidaknya saya sedikit memahami tentang pilihan tindakan persalinan sebagai bagian dari keilmuan yang saya geluti, maka pilihan operasi insyaAllah yang terbaik diantara beberapa tindakan yang lain. Saya pun meyakinkan suami dan ibu bahwa Allah punya rencana terbaik atas semuanya. Berusaha meyakinkan diri bahwa yang dinilai Allah adalah proses bukan hasil karena hasil selalu atas campur tangan Allah. Suami dan Ibu pun mendukung keputusan saya dengan berbagai resikonya. Berselang 30 menit kemudian, saat adzan Shubuh putra pertama kami pun terlahir kedunia. Haaaahhh mendengar jeritan tangis yang keras dari jundi kecilku serasa menghilangkan rasa sesal, setelah sekian lama berjuang dengan induksi dan intervensi medis lainnya dan berakhir dengan operasi. Bahagia ketika mengetahui bayi mungil, laki-laki terlahir sempurna. Alhamdulillah syukur tiada tara…

Pasca persalinan pun menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi saya, selagi masih menikmati rasa sakit post operasi, gerak yang terbatas dan masih banyak lagi fase pemulihan. Lagi-lagi Allah punya scenario terindah untuk menguji keimanan kami, bayi mungil saya harus terpisah dengan saya kurang lebih 7 hari untuk menjalani fototerapi karena hiperbilirubin. Belajar bersabar lagi hingga titik kulminasi saya tak sanggup menghalau rasa cemas saat jauh dari buah hati. Akhirnya saya memutuskan untuk menerapi si kecil dirumah. Dengan keyakinan yang kuat saat diskusi dengan tenaga kesehatan, maka keputusan pun disambut dengan baik. Dan Allah menunjukkan kekuasaanNya dengan kondisi si kecil yang lebih stabil. Puji Syukur hanya untuk Allah pemegang segala keputusan terbaik.

Rasa bahagia menjadi seorang ibu pun menuntut saya terus belajar untuk memantaskan diri menjadi ibu terbaik bagi ananda. Dihadapkan pada beberapa pilihan yang sulit yang harus diputuskan, belum lagi pengaruh lingkungan dan keluarga yang tidak sepaham dengan prinsip dan kelimuan yang saya pahami selalu menuntut untuk yakin akan pilihan dan meyakinkan orang-orang disekitar. Perjuangan memberikan ASI, MPASI dan sederet hal yang lainnya selama membesarkan buah hati menjadi tantangan tersendiri bagi Ikhtiyar dengan kelimuan dan bertawakkal kepada Allah menjadi jalan terbaik yang harus dilalui. Meskipun saya merasa banyak sekali kekurangan saya saat membersamai tumbuh kembang jagoan pertama kami, cukuplah kami mohonkan kepada Allah atas perlindungan sempurnaNya pada putra kami. Kuatkan ikhtiyar selebihnya bertawakkal pada Allah. Setidaknya keyakinan akan pilihan dan ikhtiar optimal yang sudah kami jalani tersematkan dalam nama baik bagi putra kami. Hingga ketika nama itu selalu disebut, yang teringat adalah proses perjuangan panjang menemani kehadirannya ditengah-tengah kami. Semoga Allah mengijabah doa-doa kami selaku orang tua dalam sebuah nama yang kami sematkan pada ananda. Aamiin Ya Rabb…

Duhai jagoan pertama umi… tersemat rasa sayang tak terkira padamu Nak. Andai waktu boleh berulang ingin rasanya mengulang segala perjuangan untuk menutup segala kekurangan yang ada. Hanya saja semua takkan pernah terulang dan kita tak boleh berandai-andai. Cukupkan semua atas dua kendaraan hidup SABAR dan SYUKUR hingga semua akan terasa berjalan indah atas ijin dan kecintaan Allah pada orang-orang yang bersabar dan bersyukur. Kinipun kau sudah menjadi seorang kakak untuk adik-adikmu… Ijinkan umi menggenggam erat tanganmu untuk membersamai umi dan abi menjadi orang tua lebih baik untuk dirimu dan saudara-saudaramu kelak. Engkaulah guru pertama dan terbaik bagi kami orang tua untuk terus berbenah. Hadirmu menjadikan surga ini menjadi hal utama yang harus kita citakan bersama… Bukan begitu anakku? Sehidup Sesurga… Aamiin

Solichati, 3 Desember 2017

#CeritaKehamilan
#BahagianyaMenjadiIbu
#TerusBerbenah
#TerusMemantaskanDiri
#RumbelMenulisIIPMalangRaya



Tidak ada komentar:

Posting Komentar