IKHTIYAR OPTIMAL TAWAKKAL OPTIMAL
Wanita adalah mahkluk istimewa yang
diciptakan Allah dengan beragam kemuliaan yang melekat padanya. Salah satunya
dan yang tidak dimiliki oleh yang lainnya adalah kemampuan untuk mengandung dan
menyusui. Hampir sebagian besar wanita yang telah menemukan pasangan hidupnya
akan merindukan peran ini, cepat atau lambat. Inilah salah satu fitrah
seksualitas yang ditakdirkan Allah melekat pada diri seorang wanita. Meskipun
untuk mendapatkan amanah dan kebahagiaan ini tidak terlepas dari kuasa dan
kehendak Allah tentunya. Sehingga masing-masing kita pasti memiliki pengalaman
istimewa yang berbeda. Begitu pula yang saya alami selama menjalani peran
pertama akan hadirnya buah hati yang pertama.
Menuangkan kisah pada tulisan ini, sesaat
membawa saya mengenang kembali masa-masa suka duka saat hamil dan menyusui putra
pertama sekitar 6,5 tahun silam. Kehadiran buah hati yang sudah kami nantikan
cukup lama dari masa pernikahan kami, sempat membuat kami was-was dan khawatir.
Meski hanya berbilang 8 bulan dari pernikahan kami, penantian itu serasa
mencemaskan tatkala orang tua dari pihak kami berdua sudah sangat mengharapkan
kehadiran seorang cucu ditengah-tengah keluarga kami. Berserah dan berpasrah
pada Allah menjadi kunci utama kami untuk belajar menata hati dan ridho akan
kehendak Allah menitipkan amanah pada kami. Hingga kabar kehamilan pertama yang
sudah dinanti-nanti pun tiba. Alhamdulillah Allah menitipkan calon keturunan
pada rahimku. Untuk pertama kalinya, pengalaman pertama ini membuat saya
memasuki dunia baru yang belum saya bayangkan sebelumnya. Rasa senang yang
menghampiri saat mengetahui kabar kehamilan akan diuji oleh Allah tentunya
untuk tetap menjalaninya dengan rasa senang. Yaaa… Allah mengingatkan tentang
perihal niat dalam hal ini. Menguatkan untuk menjaga niat di awal, ditengah
proses dan saat akhir nanti. Perjuangan baru dimulai sejak hari itu, tepatnya
6,5 tahun silam.
Perubahan hormonal sebagai penyerta hadirnya calon
buah hati tak jarang membuat banyak perubahan terutama perubahan psikologis. Mood yang sering berubah-ubah tanpa
dikehendaki, dan suamilah yang siap jadi sasaran utamanya. Morning sickness yang setia menemani untuk beberapa minggu di
trimester pertama. Belum lagi sakit gigi yang menjadi-jadi, hmmm kata ibu dulu
ketika hamil saya sakit gigi pun dirasa hingga usia kandungan 9 bulan dan
hilang ketika saya lahir. Hmmm gak kebayang deh… hanya bisa berdoa semoga
ngincip sedikit saja sakit giginya. Alhamdulillah memasuki trimester
selanjutnya semua aman dan terkendali. Justru kebahagiaan ketika buah hati
mulai banyak bergerak menjadi hal yang kami nanti-nanti. Dan gerkaran si jabang
bayi ini saya anggap sebagai kode cinta saat meminta makan dan diajak ngobrol.
Masa tenang ini pun berubah menjadi kegalauan saat memasuki minggu terakhir
usia kehamilan. Trimester ketiga setidaknya membuat jantung menjadi berdetak
tak menentu. Menyiapkan kehadiran buah hati yang tinggal menghitung hari, mungkin
seperti yang dialami bunda yang lain, dimana gelar pertama menjadi seorang ibu
akan disematkan. Menyiapkan diri dan lingkungan sebaik mungkin untuk
kehadirannya. Menyempurnakan pencarian ilmu untuk memantaskan diri sebagai
seorang ibu untuk pertama kalinya terus dilakukan. Menyiapkan segala perlengkapan
persalinan hingga memantapkan tenaga kesehatan dan tempat bersalin pun sudah
dirancang dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi hari dimana calon buah hati
ditunggu kelahirannya pun tak kunjung muncul gelombang cintanya. Rasa was-was
pun menghampiri lagi. Second Opinion
kesana kemari pun dilakukan untuk memantapkan hati, meski dalam hati selalu
berusaha untuk berbaik sangka atas rencana Allah. Hingga minggu ke 42 si kecil
dalam kandungan pun masih tampak bernyaman-nyaman di dalam perut uminya, dan
tak kunjung memberikan kode gelombang cinta yang kuat. Akhirnya saya memutuskan
untuk cek atau rekam janin atau lebih tepatnya NST. Dalam doa, saya berharap
hasil NST baik dan berencana melahirkan di pelayanan kesehatan dekat rumah
saja. Namun Allah berkehendak lain, NST pun hanya bisa dilakukan di Malang. Hasil
NST pun menyatakan bahwa kondisi janin dalam kandungan sedang tidak baik,
kontraksi yang tidak terlalu kuat untuk mendorong janin keluar dan kondisi
janin yang melemah. Sehingga dokter pun menyarankan untuk rawat inap. Hasil
diskusi dengan suami, kami sepakat ikhtiar optimal dalam proses persalinan ini.
Sehingga Induksi menjadi pilihan yang kami. Lagi-lagi ini hanya rencana dan
ikhtiyar kami…
Tak kurang dari 12 jam menikmati gelombang
cinta dengan proses induksi, hingga pembukaan lengkap 10, dengan segala daya
upaya mengejan janin pun tak kunjung keluar. Karena satu dan lain hal hingga
mengarah ke dugaan CPD atau lebih
kita kenal pinggul sempit menjadi pertimbangan yang disampaikan dokter untuk
menawarkan ikhtiyar dengan operasi. Hmmmm entah apa yang saya rasa saat itu.
Meski suami dan ibu yang sudah menemani selama saya menikmati proses ini tampak
raut muka kecewa, terlebih ibu saya. Saya memantapkan diri untuk mengikuti
kehendak Allah atas semua ini, terlebih ketika kondisi kepala janin tersangkut
di jalan lahir. Setidaknya saya sedikit memahami tentang pilihan tindakan
persalinan sebagai bagian dari keilmuan yang saya geluti, maka pilihan operasi
insyaAllah yang terbaik diantara beberapa tindakan yang lain. Saya pun meyakinkan
suami dan ibu bahwa Allah punya rencana terbaik atas semuanya. Berusaha
meyakinkan diri bahwa yang dinilai Allah adalah proses bukan hasil karena hasil
selalu atas campur tangan Allah. Suami dan Ibu pun mendukung keputusan saya
dengan berbagai resikonya. Berselang 30 menit kemudian, saat adzan Shubuh putra
pertama kami pun terlahir kedunia. Haaaahhh mendengar jeritan tangis yang keras
dari jundi kecilku serasa menghilangkan rasa sesal, setelah sekian lama berjuang
dengan induksi dan intervensi medis lainnya dan berakhir dengan operasi. Bahagia
ketika mengetahui bayi mungil, laki-laki terlahir sempurna. Alhamdulillah
syukur tiada tara…
Pasca persalinan pun menjadi sebuah tantangan
tersendiri bagi saya, selagi masih menikmati rasa sakit post operasi, gerak
yang terbatas dan masih banyak lagi fase pemulihan. Lagi-lagi Allah punya scenario
terindah untuk menguji keimanan kami, bayi mungil saya harus terpisah dengan
saya kurang lebih 7 hari untuk menjalani fototerapi karena hiperbilirubin. Belajar bersabar lagi hingga titik kulminasi saya
tak sanggup menghalau rasa cemas saat jauh dari buah hati. Akhirnya saya
memutuskan untuk menerapi si kecil dirumah. Dengan keyakinan yang kuat saat
diskusi dengan tenaga kesehatan, maka keputusan pun disambut dengan baik. Dan
Allah menunjukkan kekuasaanNya dengan kondisi si kecil yang lebih stabil. Puji
Syukur hanya untuk Allah pemegang segala keputusan terbaik.
Rasa bahagia menjadi seorang ibu pun menuntut
saya terus belajar untuk memantaskan diri menjadi ibu terbaik bagi ananda. Dihadapkan
pada beberapa pilihan yang sulit yang harus diputuskan, belum lagi pengaruh
lingkungan dan keluarga yang tidak sepaham dengan prinsip dan kelimuan yang
saya pahami selalu menuntut untuk yakin akan pilihan dan meyakinkan orang-orang
disekitar. Perjuangan memberikan ASI, MPASI dan sederet hal yang lainnya selama
membesarkan buah hati menjadi tantangan tersendiri bagi Ikhtiyar dengan
kelimuan dan bertawakkal kepada Allah menjadi jalan terbaik yang harus dilalui.
Meskipun saya merasa banyak sekali kekurangan saya saat membersamai tumbuh
kembang jagoan pertama kami, cukuplah kami mohonkan kepada Allah atas
perlindungan sempurnaNya pada putra kami. Kuatkan ikhtiyar selebihnya
bertawakkal pada Allah. Setidaknya keyakinan akan pilihan dan ikhtiar optimal
yang sudah kami jalani tersematkan dalam nama baik bagi putra kami. Hingga
ketika nama itu selalu disebut, yang teringat adalah proses perjuangan panjang
menemani kehadirannya ditengah-tengah kami. Semoga Allah mengijabah doa-doa
kami selaku orang tua dalam sebuah nama yang kami sematkan pada ananda. Aamiin
Ya Rabb…
Duhai jagoan pertama umi… tersemat rasa
sayang tak terkira padamu Nak. Andai waktu boleh berulang ingin rasanya
mengulang segala perjuangan untuk menutup segala kekurangan yang ada. Hanya
saja semua takkan pernah terulang dan kita tak boleh berandai-andai. Cukupkan
semua atas dua kendaraan hidup SABAR dan SYUKUR hingga semua akan terasa
berjalan indah atas ijin dan kecintaan Allah pada orang-orang yang bersabar dan
bersyukur. Kinipun kau sudah menjadi seorang kakak untuk adik-adikmu… Ijinkan
umi menggenggam erat tanganmu untuk membersamai umi dan abi menjadi orang tua
lebih baik untuk dirimu dan saudara-saudaramu kelak. Engkaulah guru pertama dan
terbaik bagi kami orang tua untuk terus berbenah. Hadirmu menjadikan surga ini
menjadi hal utama yang harus kita citakan bersama… Bukan begitu anakku? Sehidup
Sesurga… Aamiin
Solichati, 3 Desember 2017
#CeritaKehamilan
#BahagianyaMenjadiIbu
#TerusBerbenah
#TerusMemantaskanDiri
#RumbelMenulisIIPMalangRaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar