Saatnya kembali menengok tujuan akhir yang sudah pernah dibuat. Saatnya kembali memaknai untuk apa diri ini dicipta. Terlalu lelah menuruti nafsu dunia. Hiruk pikuknya membuat langkah terkadang semakin menjauh dari tujuan awal diri ini diciptakan. Lelah, tak tentu arah. Sekilas tampak membanggakan tapi bisa semua adalah fatamorgana karena terlalu menaruh harap pada dunia yang fana. Bahkan mungkin dunia ini telah membuat langkah berputar-putar semakin menjauh dari tujuan akhir semuanya. Entah akan sia-sia atau sebaliknya.
Sesekali sempat diri ini menengok kehidupan orang di kanan dan kiri. Menyenangkan. Tampak jauh dari masalah hidup yang pelik. Canda dan tawa ringan selalu menghiasi mereka. Semua yang mereka inginkan tercapai dalam hitungan tahun. Semua yang dicita-citakan mudah untuk mereka raih tentunya dengan segenap perjuangan. Terlepas dari niat dan tujuan mereka memperjuangkan.
Menengok lagi ke sisi yang lain. Derita dan duka ada pada pundak orang-orang dengan segala kekurangan hidup. Rumah tak lagi kuat menyangga atap. Lantai tanah dengan debu yang menyesakkan hidung. Belum lagi sulitnya mengenyangkan perut meski hanya dengan sesuap nasi. Diantara mereka ada uang tetap bertahan hidup dengan cara terhormat. Mengais rezeki dengan cara yang halal. Namun tak sedikit pula diantara yang memilih jalan menghalalkan segala cara demi mempertahankan hidup. Meski harus mengorbankan harga diri dan keimanan.
Setelah berkelana menengok kanan dan kiri di sekitar. Diri ini pun mulai merenungi. Lantas sisi mana lagi yang lupa untuk di syukuri. Jika Tuhan pun telah mendatangkan rezeki dari banyak sisi tanpa perhitungan. Mungkin banyak obsesi dan cita yang belum mampu diperjuangkan. Tapi belajar untuk berbaik sangka pada kehendak Tuhan adalah cara terbaik untuk menenangkan jiwa. Jika hidup dengan bergelimang harta dan ketenaran di mata publik akan membuat hisab semakin berat, alangkah baik jika diri ini memilih untuk sederhana saja. Cukup menjadi diri sendiri saja. Merasa cukup dengan peran dan kesibukan yang telah diamanahkan saja. Tak perlu kepayahan membandingkan dengan kehidupan orang lain.
Benarlah adanya jika sebaik-baik perhiasan adalah wanita solihah. Maka meski tidak mudah menjadi solihah, gelar ini tetap harus diperjuangkan. Selamat Berbenah bunda solihah.
Solichati, 23/9/2019
#September ke-3
#ChallengeMingguan
#IIPMalangRaya
#RumbelMenulis
Senin, 23 September 2019
Senin, 16 September 2019
PERJANJIAN
ANTARA AKU
DAN TUHANKU
Hingga detik ini masih saja berusaha
mengingat kejadian maha hebat saat aku diminta berjanji pada tuhanku. Masih
saja aku tak bisa mengingat seperti apa kejadiannya. Yang kutahu ternyata ini
tak hanya terjadi pada diriku. Tentunya kuyakin terjadi pada semua makhluknya.
Bukankah demikian?
Yang kutahu lagi sesuai dengan keyakinanku,
bahwa perjanjian itu terjadi saat aku masih dalam Rahim ibuku diusia 120 hari. Dan
itu kuyakini tanpa keraguan sedikitpun.
Maka sejak saat itu semua yang kulakukan
seharusnya terikat dengan janji yang kuucapkan. Mengakui bahwa Dial ah Tuhan
yang berhak kusembah. Tidak ada Tuhan selain Dia. Yang Maha mengatur segalanya
dalam hidupku sekecil apapun urusan yang terjadi pada diriku. Setelah sekian
tahun menjalani usia hidup, tak bisa kupungkiri terkadang keyakinan itu
berlangsung naik dan turun. Ada kalanya aku merasa begitu dekat hingga aku
merasa seperti di dekap. Merasa bahwa Dia selalu ada untuk melindungi dan
menguatkanku menjalani ujian hidup. Namun tak bisa kupungkiri disisi lain saat
iman ini mulai melemah, kadang aku merasa pengawasan Nya tak kurasakan. Entah
berapa kali aku selalu merasa dekat, dan berapa kali aku merasa jauh. Entah lebih
banyak mana antara dekat dan jauhku?
Anehnya Dia tak pernah menjauhiku. Jika aku
merasa Dia jauh dan tak peduli padaku, sungguh itu karena aku yang menjauh.
Betapa tidak? Tak terhitung berapa kali dalam sehari aku tak bersegera memenuhi
panggilan Nya hanya sekedar untuk bersujud dengan penuh penghormatan. Tak
jarang enggan melibatkan Nya dalam menyelesaikan urusan ku. Seringkali memohon
agar di bimbing untuk menyelesaikan masalah dalam hidup, tapi tak jarang juga masih
meragukan pilihan keputusan dan masih mengedepankan hawa nafsu untuk
menyelesaikan semua masalah. Ya hawa nafsu atas keinginan pribadi yang tak
sanggup dikendalikan. Terkadang kita merasa bahwa semua yang kita putuskan
sudah melibatkan Nya, tapi tidak. Dan jika ujian datang berulang tak jarang
bisikan hati ini sering menyalahkan Nya yang seolah tak menyayangi kita. Keraguan
itupun tak terasa menemani kita ketika bersusah payah mengupayakan sesuatu yang
sudah dijamin oleh Nya, hingga kita melupakan amanah yang lebih utama harus
kita tunaikan pada Nya. Betapa diri ini sangat ingkar akan kuasa Nya terhadap
segala sesuatu. Andai saja Dia mau berkehendak membuat kita jera dengan cara
yang buruk, Dia pun kuasa melakukannya. Tapi apa yang kita dapatkan, Dia masih
memberikan kita kesempatan untuk berbenah dan berbenah. Bukankah Dia terlalu
sangat menyayangi kita?
Saat diri ini terlalu sering ingkar, Dia
tetap hadir menebarkan kasih dan sayangnya. Dikala diri ini menjauh Dia tetap
mendekat untuk mengajak kita mendekat. Dikala diri ini dalam kondisi sangat
buruk, Dia menutup semua aib kita hingga tak ada satupun orang yang tahu betapa
kita tak layak lagi menegakkan kepala dan berlaku sombong dimuka bumi ini. Dial
ah Tuhanku yang selalu tak putus berharap hamba Nya akan datang mendekat,
memohon ampunan. Itulah yang Dia suka, hamba Nya yang merendah, memohon dan
bertaubat agar Dia meridhoi semuanya. Bukankah kunci surga itu bisa dimasuki
adalah lantaran Rahmat dan keridhoan Nya.
Lantas apalagi yang akan aku upayakan kecuali
menebalkan keimanan dan ketakwaan. Bahwa semua yang terjadi pada diri ini
adalah urusan ku dan Tuhan ku. Semoga selalu masih ada waktu untuk menyiapkan
diri kembali dalam keadaan terbaik. Sebaik-baik keadaan di hadapan Nya.
Ya Rabb bombing hamba Mu ini.
Solichati, 16 September 2019
#Minggu ke-2
#September
#ChallengeMingguan
#RumbelMenulis
#IIPMalangRaya
Senin, 02 September 2019
IMAN
JIKA IMAN ITU ADALAH SUMBER KEKUATAN
Aku memang manusia. Ya manusia biasa saja. Mungkin
dengan kekuatan rata-rata atau bahkan mungkin dibawahnya.
Sekali waktu aku merasa energi tubuh ini
melimpah ruah hingga sanggup melakukan rangkaian aktivitas tanpa jeda. Merasa selalu
bahagia hingga seolah tak ada tumpuan beban hidup yang terkadang membuat nafas
sedikit tersengal. Aura bahagia dan semangat yang mampu mengubah diri menjelma
menjadi malaikat bagi semua orang di sekitar, hingga semua turut bahagia dan
bersemangat. Meski tanpa pernah kusadari berapa lama energi bahagia ini
merasuki tubuhku. Entah hanya dalam bilangan jam atau hingga berganti hari. Aku
tetap semangat dan mampu menyemangati. Seolah akulah manusia terkuat kala itu. Tanpa
tandingan.
Lelah… Tak berdaya… Tak sanggup berpijak…
Kehilangan pegangan…
Tiba-tiba saja hadir tanpa kuminta. Merasa
tak sanggup berdiri bahkan hanya untuk menopang diri sendiri. Merasa tak kuat
menunaikan semua tugas yang sudah menjadi makanan sehari-hari. Jangankan
memberi energy pada yang lainnya, mempertahankan energy sendiri untuk bertahan
saja aku kelimpungan. Tak sanggup membuka mata, tak sanggup melebarkan bibir
untuk tersenyum.
Redup mungkin itu aura yang tertangkap. Tak
bergairah, tanpa energy tersisa. Entah mengapa ujian ringan saja kadang terasa
begitu menghimpit jika kondisi diri tak lagi prima. Seperti tak sanggup merasa
bahagia…
Ada yang pernah mengatakan Iman ini harus
terus dikuatkan karena ia adalah sumber energy dalam kondisi apapun. Iman ini
harus terus diperbaiki dan dimintakan pada Nya. Karena hanya Dia yang sanggup
menjaga kita dalam koridor yang baik-baik saja. Ya benar saja adanya. Begitulah
iman ini terus membuat kita yakin bahwa tak ada daya dan upaya kecuali kekuatan
Nya. Iman ini membuat kita yakin bahwa akan ada jalan keluar dari arah yang tak
disangka-sangka. Iman ini yang membuat kita tetap mampu menahan diri tetap
dalam jalan yang benar ketika bahagia datang tak bertepi atau bahkan kesedihan
datang bertubi-tubi.
Betapa banyak di antara mereka yang tak lagi
dikaruniai iman, ketika bahagia datang tak bertepi mereka lupa mensyukuri
hingga mereka merasa bahwa bahagia itu karena jerih payah mereka. Mereka lupa
bahwa ada kuasa diluar dirinya yang menghendaki bahagia itu ada. Atau
sebaliknya banyak diantara mereka yang justru kehilangan iman saat kesedihan
datang menghimpit bertubi-tubi. Merasa sendiri hingga meyakini bahwa Tuhan tak
lagi mengasihi. Entah aku bagian dari yang mana di antara mereka. Termasuk yang
manakah kita diantara mereka?
Maka bersyukurlah yang dikaruniai Iman tak
bertepi hingga Tuhan menjaganya dalam kebaikan baik di kala bahagia menghampiri
atau dikala ujian menghimpit. Jangan pernah lupa memohon agar kita tetap dijaga
dalam iman yang tak bertepi… Karena semua terjadi atas kuasa dan kehendak Nya.
Maka Dialah sebaik-sebaik tempat kembali dikala suka maupun duka. Dia hanya
ingin kita mendekat, merapat dan mengakui bahwa kuasa hanya ada padaNya.
Biarkan iman ini ada untuk menjaga kita tetap kuat dalam kebenaran kala bahagia
hadir menghampiri. Biarkan iman ini ada untuk menguatkan kita tetap bertahan
dalam kebenaran kala kesedihan menghimpit bertubi-tubi. Biarkan iman itu
menjadi sumber kekuatan kita, alasan mengapa keajaiban itu bisa hadir dan
nyata.
Solichati, 2 September 2019
#Minggu ke-4
#Agustus
#ChallengeMingguan
#RumbelMenulis
#IIPMalangRaya
Langganan:
Postingan (Atom)