MENANGISLAH
SEKARANG NAK
Seharian
ini, memasuki hari ketiga Ramadan. Pagi hari selepas sahur semua aman
terkendali, bahkan anak-anak tampak menikmati paginya dengan bersepeda
mengantar umi belanja dan keliling di sekitar rumah. Seperti biasa
Si sulung yang terbiasa komitmen dengan waktu selalu menanyakan berapa
lama boleh bermain sepeda dan meminta diingatkan ketika waktu bermain sudah
habis. Karena pagi ini harus bersiap lebih awal ke sekolah. Alhamdulillah
sejauh ini mas dan kakak sudah mulai terbiasa dengan komitmen waktu, meski
belum memahami secara konkret bentuk waktu. Hanya sebatas memahami arag gerak
jarum jam dan angka yang ditunjukkan.
Tanpa drama.
Semua aman dan dilakukan sesuai kesepakatan. Waktu habis dan main sepeda
diakhiri dengan bersegera ke kamar mandi. Kau tau bunda, ini masih belum
seberapa jika dibandingan dengan drama di sisi lain, ya layaknya drama korea
yang kadang mengundang tawa dan menghadirkan air mata, bahkan tak jarang
membuat hati berdebar tak menentu layaknya orang yang sedang jatuh cinta. Berdebar
karena harap dan takut akan pola yang di ajarkan pada anak-anak. Pernah dongkol
sesekali, ketika banyak sekali pengingat yang diberikan pada anak-anak tetapi
tetap saja tak bersambut dengan perilaku yang diharapkan. Ahhh mungkin kita
orang tua sering lupa bahwa tugas kita hanya ikhtiar berproses mengajarkan pada
anak-anak. Urusan hasil baik tidaknya perilaku anak kita adalah kehendak Allah.
Jadi jangan lupa iringi semua dengan doa memohon penjagaan Allah atas anak-anak
kita. Jangan merasa jumawa atas proses dan pola didik. Jujur saja ini pengingat
bagi saya pribadi.
Drama dengan
konflik serunya bermula ketika anak-anak pulang sekolah. Datang dengan wajah
cemberut dan emosi labil. Merengek tak karuan. Saatnya umi pasang tameng
perlindungan agar semua aman. Heeee agak berlebihan ya tapi drama seru ini
memang menyita energi hingga keamanan anak dan orang tua tetap harus dijaga.
Kali ini tameng awal yang diserang adalah umi, karena mereka tau kalau fitrah
ibu itu penyayang dan suka gak tega. Dan jangan lupa siapkan tameng kedua, abi yang
siap menstabilkan kondisi. Siapa yang menang? Strategi siapa yang berhasil? Simak
saja cerita selanjutnya.
“Umi aku lapar, haus mik”, begitu rengekan
mas dan kakak sepulang sekolah
“Mas dan kakak mau minta apa? Berbuka sekarang?”
ini tawaran tarik ulur ya.
Diam sejenak dan berpikir. “Enggak tau, tapi
aku haus dan lapar”
“Oke umi tau anak-anak umi hebat, yuk kita
tahan sampai waktu berbuka tiba ya. Minta tolong sama Allah biar dikuatkan,
dihilangkan lapar dan hausnya”.
“Sudah mik tapi perut ku tetap lapar, leherku
kering mik”
“Oke kita cari cara yang Allah suka ya nak,
karena rewel tidak akan menguatkan puasa hingga waktu berbuka. Bagaimana jika
tidur siang?”
“Aku gak mau tidur mik, nanti jadi gak bisa
main”
“Oke kalau tidak mau tidur siang, harus kuat
menahan tanpa rewel ya nak. Kalau tetap rewel, tidur siang jadi solusinya,
karena sejak sahur belum tidur ya.”
Itulah sekelumit dialog di antara kami, yang
sebenarnya masih banyak dialog lain terlebih pada penguatan nilai-nilai
keimanan dan membangkitkan fitrah keimanan mereka. Tidak sekedar pada aturan
dan konsekuensinya.
Sejenak
setelah kesepakatan dibuat, rewel, lapar dan haus tetap tidak bisa
dikendalikan. Akhirnya mereka sepakat untuk beranjak tidur siang dengan
terpaksa. Alhamdulillah suasana kembali aman terkendali dan emak bisa umek di
dapur menyiapkan berbuka puasa. Eh mungkin ada yang bilang kok tega banget sih
anak kecil sudah dipaksa puasa kan belum wajib bagi mereka. Bagi kami ini bukan
perkara paksaan puasa sampai maghrib. Kami orang tua sedang menjalankan
kesepakatan dan membantu anak-anak menunaikan pilihan dan konsekuensinya. Berbuka
sesuai dengan jam yang sudah disepakati. Kakak berbuka di waktu dhuhur dan
lanjut puasa lagi hingga maghrib, sedangkan mas sedang belajar berpuasa maghrib.
Bukan perkara tega atau tidak tega, bagi kami ini adalah proses pembelajaraan
dan pembiasaan. Proses untuk belajar dengan pilihan, memutuskan dan bertanggung
jawab atas keputusan.
Menangislah
sekarang nak, jika itu akan menguatkan mu menghadapi ujian di masa depan. Abi
dan umi akan membantu menguatkan mu siap menghadapi masa depan yang mungkin
saat itu Abi dan Umi sudah tidak lagi membersamaimu. Karena tidak jarang ketika
anak merengek menangis melawan kesepakatan yang ada, sesungguhnya dia sedang
belajar cara melobi dan mencari kelemahan orang tuanya untuk memenuhi setiap
keinginannya. Ada yang mengatakan jika kita orang tua tak sanggup dengan
tangisan anak untuk menaati aturan, maka bersiaplah kelak kita orang tua yang
akan dibuat menangis oleh anak-anak kita karena sudah terbiasa tidak menaati
aturan.
Happy Ending nih drama hari ini, dan bersiap dengan drama
selanjutnya. Poin penting yang tetap harus dijalankan adalah :
1.
Membuat
aturan dengan kesepakatan bersama,
2. Mendampingi ananda menjalankan konsekuensi
atas setiap pilihannya,
3. Menawarkan solusi yang bisa dilakukan
anak-anak
4.
Kerjasama
dengan pasangan atau patner dirumah untuk menjalankan aturan yang ada.
Good Job anak-anak sholeh. Semoga Allah memberkahi
proses belajar kita hari ini.
Ini cerita kami hari ini dengan nilai-nilai
(value) keluarga yang kami sepakati. Tidak menutup kemungkinan ayah dan bunda
memiliki pandangan dan cara didik yang berbeda. Selamat berbahagia membersamai
buah hati.
Solichati, 8 Mei 2019 (3 Ramadan 1440 H)
#30HariMemetikHikmah
#TantanganMenulisIPMalang
#RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-3